Pendidikan erat kaitannya dengan nilai-nilai, bahkan pendidikan itu mengandung nilai objektif. Salah satu nilai yang penting dalam pendidikan adalah nilai moral. Pendidikan karakter tidak dapat dipisahkan dari pengetahuan moral tradisi, penalaran moral, belas kasih dan altruisme, serta kecenderungan moral. Lickona (Kirschenbaum, 1995: 28) menggambarkan kecenderungan moral meliputi berhati nurani, mencintai kebaikan, dapat menguasai diri, rendah hati, kebiasaan moral dan kehendak baik (will). Lickona (2014) juga mengatakan pendidikan karakter adalah upaya mengembangkan kebajikan sebagai fondasi dari kehidupan yang berguna, bermakna, produktif dan fondasi untuk masyarakat yang adil, penuh belas kasih dan maju. Karakter yang baik meliputi tiga komponen utama, yaitu : moral knowing, moral feeling, moral action. Moral knowing meliputi: sadar moral, mengenal nilai-nilai moral, perspektif, penalaran moral, pembuatan keputusan dan pengetahuan tentang diri. Moral feeling meliputi: kesadaran hati nurani, harga diri, empati, mencintai kebaikan, kontrol diri dan rendah hati. Moral action meliputi kompetensi, kehendak baik dan kebiasaan.
Konsep pendidikan karakter tidak dapat dipersempit menjadi ”pengajaran nilai” atau ”pengajaran moral”, melainkan harus bermuatan pengalaman dan pengamalan, yang melibatkan unsur inti manusia, yaitu hati dan budi serta seluruh anggota tubuhnya, sehingga menjadi atribut positif bagi manusia sebagaimana yang diungkapkan oleh Dindin Jamaluddin (2013) yang mengatakan pendidikan karakter merupakan atribut positif yang dapat dibangun secara terus menerus yang dipenguruhi oleh lingkungan.
Pendidikan Karakter Bernalar Kritis
Bernalar kritis merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dibutuhkan dalam pengembangan keterampilan abad ke-21 (21st Century Skill). Setiap individu membutuhkan keterampilan bernalar kritis agar berhasil memecahkan masalah dalam situasi sulit. Setiap orang perlu menganalisis dan mengevaluasi kondisi hidupnya untuk membuat keputusan penting (Rahardhian, 2022). .Salah satu latihan yang dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan bernalar kritis ialah dengan menjawab pertanyaan “apa”, “bagaimana”, dan “mengapa” dalam setiap pembelajaran. Dengan demikian dapat dilakukan penguasaan konsep secara benar dan mendalam. Menjawah pertanyaan bagaimana sesuatu dapat terjadi dan mengapa hal itu terjadi menuntut kegiatan berpikir analitis. Itulah sebabnya dalam bidang membaca, kegiatan membaca kritis juga disebut membaca analitis. Kegiatan ini dapat membuat pembaca memiliki gagasan cemerlang, bergairah untuk maju, sekaligus dapat mengingat dengan baik. Keterampilan berpikir kritis juga dapat dikembangkan dengan metode problem solving (pemecahan masalah).
Beers (2011) menyebutkan bahwa untuk membuat relasi antar konsep dengan materi, siswa memerlukan analisis, keterampilan berpikir logis, kreatifitas, kritik untuk kemudian digunakan untuk memahami dan memecahkan masalah. Menurut Bonnie dan Potts (2003), ciri khas pembelajaran bernalar kritis meliputi: (1) Meningkatkan interaksi antar siswa, (2) Dengan mengajukan pertanyaan open-ended, (3) Memberikan waktu yang memadai kepada siswa untuk memberikan refleksi terhadap pertanyaan yang diajukan atau masalah-masalah yang diberikan, dan (4) Teaching for transfer (Mengajar untuk dapat menggunakan kemampuan yang baru saja diperoleh terhadap situasi-situasi lain dan terhadap pengalaman sendiri yang para siswa miliki). Kegiatan yang dapat mengembangkan keterampilan bernalar kritis siswa adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan inovatif: Adakah Cara lain? (What’s another way?), Bagaimana jika…? (What if …?), Manakah yang salah? (What’s wrong?), dan Apakah yang akan dilakukan? (What would you do?) (Krulik & Rudnick, 1999).
Literasi Membaca
Istilah “literasi” memiliki makna meluas dari waktu ke waktu. Literasi sekarang tidak hanya diartikan sebagai kemampuan menulis dan membaca tetapi literasi memiliki makna dan implikasi dari keterampilan membaca dan menulis dasar ke pemerolehan dan manipulasi pengetahuan melalui teks tertulis, dari analisis metalinguistik unit gramatikal ke struktur teks lisan dan tertulis, dari dampak sejarah manusia ke konsekuensi filosofis dan sosial pendidikan barat (Musfiroh & Listyarini, 2016. Nugraheti mendefinisikan literasi adalah kemampuan berbahasa seseorang (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) untuk berkomunikasi dengan cara yang berbeda sesuai dengan tujuannya. Sulzby (1986) mengartikan literasi secara sempit, yaitu literasi sebagai kemampuan membaca dan menulis. Kemampuan membaca dan menulis sangat diperlukan oleh setiap orang yang ingin memperluas pengetahuan dan pengalaman, mempertinggi daya pikir, mempertajam penalaran, untuk mencapai kemajuan dan peningkatan diri (Nugraheti, 2018).
Literasi membaca yang terfokus pada membaca pemahaman mencakup empat kajian utama, yaitu: (1) keterampilan membaca; (2) penerapan, pelatihan, dan penetapan bacaan; (3) proses membaca; dan (4) teks yang digunakan dalam membaca sebagaimana dinyatakan oleh UNESCO. Teknik membaca pemahaman yang benar dan patut diimplementasikan, yaitu: membaca dengan tidak bersuara, bibir tidak bergerak atau komat-kamit, tidak menggerakkan kepala mengikuti baris bacaan, tidak menunjuk baris bacaan dengan jari, pensil, atau alat lainnya, dan tidak membaca kata demi kata, atau kalimat demi kalimat (Saddhono dan Slamet, 2012:66). Memperhatikan teknik membaca pemahaman akan melahirkan kualitas membaca peserta didik yang lebih baik.
Bernalar atau berpikir kritis adalah salah satu nilai karakter yang hendak diwujudkan di dalam Profil Pelajar Pancasila berdasarkan Kurikulum Merdeka. Pendidikan karakter bernalar kritis perlu diupayakan di dalam pembelajaran sejak jenjang sekolah dasar agar siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kami sedang melakukan penelitian untuk menemukan model pendidikan karakter bernalar kritis di sekolah dasar berbasis literasi membaca. Tahap yang telah dilakukan adalah uji coba di tiga sekolah dasar di Sleman, Yogyakarta. Tahap selanjutnya yang akan dilakukan adalah analisis data dan penyimpulan. Semoga hasilnya nanti bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar di Indonesia.

6 responses to “PENDIDIKAN KARAKTER BERNALAR KRITIS BERBASIS LITERASI”
Selamat melanjutkan penelitian, semoga sukses.
Amin. Terima kasih Ustad Abu.
wow, kalau membaca artikel ini, nuansa akademiknya sangat terasa, matur nuwun bunda doktor
Bacaan yang bernas ini Bu. Terima kasih Bu Rukiyati.
Terima kasih, Bu.
Alhamdulillah. Terima kasih, Bu.